Kopi Hangat di Hari Hujan
August 16, 2024
Hari itu, hujan turun deras di Jakarta. Suara gemuruh petir menambah suasana mendung yang sudah menyelimuti langit. Rifki duduk di sudut sebuah kafe kecil bernama “Langit Seni”, tempat favoritnya untuk melarikan diri dari kebisingan kota. Aroma kopi yang kuat dan manis memenuhi udara, membangkitkan semangat yang samar di dalam hatinya.
Rifki memesan secangkir kopi hitam dan selembar roti bakar dengan selai stroberi. Ia menatap jendela sambil mengamati tetesan air hujan yang merayap di kaca, seolah mereka sedang menjalin cerita tersendiri. Ia teringat seperti apa hujan itu ketika ia masih kecil, ketika setiap tetesnya bagaikan terjemahan dari tawa dan kebahagiaan. Namun, seiring bertambahnya usia, hujan terasa lebih melankolis, seperti bayangan kenangan yang tak lagi bisa dijangkau.
Ketika menggenggam cangkir kopi hangatnya, Rifki merasakan kehangatan itu menyebar ke seluruh tubuhnya, membantunya melawan dinginnya udara yang diusung oleh hujan. Ia teringat pada Budi, sahabat karibnya, yang kini tinggal di luar negeri. Dulu, mereka sering menghabiskan waktu di kafe ini, membahas impian dan harapan di tengah derasnya hujan. Bagaimana mereka berjanji untuk selalu saling mendukung, kemanapun hidup membawa mereka.
Hujan terasa semakin deras, seolah alam menyertai kerinduannya. Dengan satu tegukan, kopi hangat itu mengisi ruang yang kosong dalam hatinya. Ia mengambil ponsel, mengetik pesan untuk Budi. “Hujan di sini, sepertinya mengingatkan kita pada hari-hari itu. Kapan kita bisa kesini lagi?”
Sebelum mengirimnya, Jemima, barista kafe dengan senyum hangat, menghampirinya. “Tadi pagi saya melihat Anda datang. Apakah Anda menikmati hujan dalam keheningan ini?” tanyanya sambil menyajikan gulungan kue cokelat yang menggiurkan.
Rifki tersenyum. “Sangat. Hujan memang jadi teman terbaik untuk kopi hangat.”
Mereka kemudian terlibat obrolan ringan, yang membuat Rifki merasa seolah terhubung kembali dengan dunia. Dalam suasana nyaman kafe yang dihibur suara hujan, dia menyadari bahwa meskipun Budi jauh, persahabatan mereka masih ada dalam bentuk kenangan yang bisa dihadirkan kembali kapan saja. Kopi hangat di hari hujan bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang momen-momen yang terjalin dengan kasih.
Hujan mulai mereda, menyisakan genangan di jalanan. Rifki tersenyum saat ia mengirim pesan kepada Budi. Dalam kehangatan cangkir kopinya, ia menemukan kembali jati dirinya. Kopi hangat di hari hujan bukan hanya sekadar minuman, melainkan simbol dari ikatan yang bisa terus terjalin meski jarak memisahkan.
—
**Image Description:** Sebuah gambar suasana kafe kecil dengan jendela besar yang membiarkan tampak pemandangan hujan di luar. Di meja kayu, terdapat secangkir kopi hangat dan sepotong roti bakar, dengan tetesan air hujan mengalir di kaca jendela. Cahaya lembut dari lampu kafe menciptakan kehangatan dan kenyamanan, menghadirkan nuansa nostalgia dan ketenangan dalam suasana hujan.