ID Times

situs berita dan bacaan harian

Penjaga Bintang dengan Mata Tertutup

Di sebuah desa kecil yang terletak di tepi hutan lebat, tinggallah seorang penjaga bintang bernama Alif. Keunikan Alif bukan hanya pada tugasnya yang mulia, tetapi juga pada cara ia melaksanakan tugas tersebut. Alif berbeda dari penjaga bintang lainnya, karena ia selalu menutup matanya saat menjaga langit malam. Masyarakat desa menganggapnya aneh, bahkan terkadang menyeramkan, tetapi bagi Alif, menutup matanya saat menjaga bintang adalah cara untuk merasakan keindahan langit dengan lebih intim.

Alif mengenakan jubah biru tua yang berkilau seperti bintang. Ia, dengan sabar, selalu datang ke proyekti malam hari, di mana ia akan berdiri di puncak bukit, menghadap ke langit. Setiap malam, ia mengulangi ritualnya: menghitung bintang-bintang yang bersinar, memeriksa setiap konstelasi, dan memastikan bahwa tak ada bintang yang hilang. Dari sekian banyak bintang yang ada, Alif memilah yang terindah dan menampilkannya dalam benaknya, membiarkannya bersinar, seolah-olah dia sendiri adalah peniti malam.

Suatu malam, saat Alif sedang melakukan tugasnya, angin berhembus lembut. Bau segar dari dedaunan hutan menyelimuti tubuhnya. Ia menghitung bintang dengan lembut, satu demi satu. “Satu, dua, tiga…” Suara lirihnya menggema dalam hening malam. Namun, saat ia membuka mata untuk sekali lagi menikmati panorama yang bersinar, ia mendapati bahwa bintang-bintang itu mulai memudar, ditutupi oleh awan gelap yang merayap dari horizon. Jelas bahwa sesuatu yang tidak biasa terjadi.

Kekhawatiran mulai menghantui batinnya. Dengan matanya tertutup, ia dapat merasakan kehadiran bintang-bintang itu, tetapi ia tidak tahu mengapa mereka bersembunyi. Dia pun mendengarkan suara-suara malam. Suara gemerisik daun, suara hewan malam, tetapi tidak ada suara bintang. Ia tahu, jika bintang-bintang merindukan cahaya mereka, pasti ada yang salah.

Tak lama kemudian, Alif teringat pada lagu yang sering dinyanyikan oleh neneknya. Lagu itu menggambarkan tentang “Cahaya yang Hilang” dan bagaimana cara menemukannya. Dengan membayangkan setiap lirik, ia menggenggam harapan. Alif memutuskan untuk mencari tahu apa yang menghalangi bintang-bintang untuk bersinar. Ia melangkah ke dalam hutan dengan sadeceh, tetap menutup mata.

Di dalam hutan, Alif merasakan alam dengan cara yang berbeda. Ia mendengarkan desiran pepohonan dan mendekatkan telinganya ke tanah. Seolah-olah hutan itu memberinya kebijaksanaan, memberi tahu bahwa kegelapan yang menyelubungi langit malam tidak hanya berasal dari awan, tetapi juga dari kesedihan yang mengendap di hati manusia.

Bertemu dengan seekor burung hantu yang bijak di tengah perjalanan, Alif bertanya, “Mengapa bintang-bintang menghilang, wahai burung hantu?” Burung hantu itu menjawab dengan suara berat, “Bintang-bintang itu dipengaruhi oleh harapan manusia. Jika manusia kehilangan harapan, bintang-bintang pun ikut meredup.”

“Lalu, bagaimana caranya agar mereka kembali bersinar?” tanya Alif, bertekad untuk membantu.

“Jadilah pengantar harapan bagi mereka. Temukan satu jiwa yang terpuruk, dan kembalikan harapannya. Saat itu, bintang-bintang akan kembali bersinar,” jawab burung hantu itu.

Alif merasa sebuah beban baru di dadanya. Membantu satu jiwa terpuruk adalah tugas yang lebih besar daripada berdiri di puncak bukit. Namun, ia berjanji akan mencoba. Dengan tekad yang bulat, Alif melanjutkan perjalanannya ke desa. Ia berkeliling menemukan seseorang yang membutuhkan harapan.

Ia menemui seorang pemuda bernama Raka, seorang seniman muda kecewa karena lukisannya tidak pernah mendapatkan pengakuan. Raka duduk menyendiri di taman, menghadap ke arah langit malam. Dengan hati-hati, Alif mendekatinya. “Tidak adakah bintang-bintang di hatimu?” sapanya.

Raka menoleh dan hanya menggeleng. “Bintang-bintang saya telah padam.”

“Bolehkan saya mendengarkan cerita lukisanmu?” pinta Alif. Raka terkejut tetapi akhirnya mulai bercerita dengan penuh semangat tentang karya-karya yang ia ciptakan, menggambarkan keindahan dunia yang ia lihat.

Namun semakin ia bercerita, rasa putus asa meluap dalam tatapannya. Sementara senyuman Alif tak pernah surut, menjadikannya semangat yang baru. Dengan lembut, Alif berkata, “Cobalah untuk melukis bintang-bintang. Gambarkan harapanmu dan biarkan itu bersinar.”

Raka bingung, “Tetapi saya tidak percaya pada karya saya.”

“Tapi bintang-bintang selalu ada, meski kamu tidak melihatnya. Cobalah untuk mempercayai hasil karyamu seperti kamu percaya pada bintang-bintang,” sahut Alif penuh keyakinan.

Dengan pemikiran itu, Raka pulang dan mulai melukis. Dalam lukisannya, dia tidak hanya menggambarkan bintang sebagai titik-titik cahaya, tetapi juga menciptakan galaksi impian dan harapan. Ia bekerja dari senja hingga pagi dan saat ia menyelesaikannya, ia merasa sesuatu dalam dadanya mulai pulih.

Ketika hak itu sudah terasai, Raka membawa lukisannya ke pameran. Tiada henti, senyuman takhlangan hiasan di wajahnya. Ada harapan kembali, dan bintang-bintang dalam lukisan berkedip seolah-olah memberikan sinar cerah di matanya.

Alif, yang menyaksikan dari kejauhan, merasakan aliran cahaya dari hati Raka. Dari langit, awan mulai menghilang, dan bintang-bintang mulai bersinar kembali. Dalam hati Alif, ia tahu bahwa satu harapan telah dipulihkan, dan itu telah membantu dalam mengembalikan keindahan langit.

Setelah malam acara pameran, ketika Alif kembali ke bukit, ia menutup matanya. Sekarang ia bisa merasakan kehadiran bintang yang bersinar lebih terang dari sebelumnya. Saat berdoa, ia merasakan getaran cinta dan harapan melingkupi langit.

“Dunia ini adalah tempat penuh harapan,” bisiknya dalam hati.

Masyarakat desa mulai merasakan keajaiban malam kembali. Mereka mulai mengagumi langit dan bintang dengan cara yang baru. Alif pun terus menjalankan tugasnya, dan malam demi malam, ia menjadi penjaga bintang yang tidak hanya melihat dengan mata, tetapi juga merasakannya dengan hati.

Selama ia menjaga, bintang-bintang akan selalu bersinar, karena ia percaya bahwa harapan tidak akan pernah padam, tidak berputus asa, seberapapun gelapnya malam.

**Deskripsi Gambar:**

Sebuah pemandangan malam yang indah, dengan langit yang dipenuhi bintang berkilau. Di puncak bukit, seorang pria mengenakan jubah biru tua berdiri dengan mata tertutup, mengangkat tangannya ke arah langit penuh bintang. Di sekelilingnya, hutan di latar belakang menciptakan suasana tenang, dengan gerimis cahaya lembut dari bulan yang bersinar.

**Judul: Penjaga Bintang dengan Mata Tertutup**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *