ID Times

situs berita dan bacaan harian

Penjaga Lorong Lava yang Terlupakan

Di sebuah pulau kecil di tengah Samudera Pasifik, terletak sebuah gunung berapi yang sangat aktif, bernama Gunung Merapi. Penghuninya, penduduk desa di kaki gunung, hidup dalam bayang-bayang ancaman erupsi. Namun, tidak semua orang tahu bahwa di dalam perut gunung itu, terdapat lorong-lorong lava yang panjang dan misterius. Lorong-lorong ini sudah berusia ribuan tahun, seolah menyimpan kisah dan rahasia yang tak terungkap.

Di antara lorong-lorong yang gelap dan berbahaya ini, terdapat satu sosok yang disebut “Penjaga Lorong Lava”. Dia adalah seorang pria tua yang dikenal penduduk desa dengan nama Pak Tua. Konon, dia adalah satu-satunya yang bisa memasuki lorong-lorong tersebut dan kembali dengan selamat. Beberapa orang meyakini bahwa dia adalah penjaga harta karun yang tersembunyi, namun lebih banyak yang percaya bahwa dia adalah pelindung dari kekuatan berapi yang bisa meledak kapan saja.

Pak Tua bukanlah sosok yang suka dikerumuni. Ia hanya muncul ketika malam tiba, mengelilingi desa dan berbagi cerita tentang lorong-lorong lava, sambil mengingatkan penduduk untuk selalu waspada. Namun, seiring waktu, keberadaannya mulai dilupakan. Anak-anak desa lebih tertarik pada permainan modern dan hiburan, sehingga kisah legendaris Pak Tua perlahan-lahan terhapus dari ingatan mereka.

Suatu malam, ketika bulan purnama bersinar cerah, seorang gadis kecil bernama Mira, yang baru saja berusia sembilan tahun, berkelana jauh dari rumahnya. Rasa penasarannya mengenai lorong-lorong lava membawa langkahnya ke pinggir hutan yang terletak tidak jauh dari kaki gunung. Ia mendengar rintihan angin dan bisikan tak kasat mata, seolah mengundangnya untuk menjelajahi lebih jauh.

“Mira… Mira…” suara lembut itu memanggil. Gadis itu melangkah lebih dalam, dan tiba-tiba seberkas cahaya dari balik semak-semak menarik perhatiannya. Saat didekati, dia menemukan sebuah lubang besar yang mengarah ke dalam bumi. Terinspirasi oleh kisah-kisah yang selalu diceritakan oleh neneknya, ia merasa ini adalah kesempatan untuk memahami lebih dalam tentang lorong lava.

Tanpa berpikir panjang, Mira melompat ke dalam lubang, undangan rasa ingin tahunya tidak dapat diabaikan. Setelah beberapa saat, ia tiba di sebuah lorong yang dipenuhi batuan berwarna jingga yang memancarkan cahaya kemerahan. Mira menyentuh dindingnya, dan yang mengejutkannya, dinding itu terasa hangat. Dia berjalan lambat-lambat, menyusuri lorong yang panjang itu hingga menemukan sebuah ruang besar di ujungnya.

Di tengah ruangan itu, ada sosok Pak Tua yang duduk di atas batu besar, mengenakan jubah lusuh berwarna cokelat. Wajahnya dipenuhi kerutan, seolah menyimpan banyak kisah dan petualangan.

“Selamat datang, Nak,” ucap Pak Tua. Suaranya dalam dan hangat, seakan memancarkan aura ketenangan. “Aku tahu kau akan datang.”

Mira terkejut. “Bagaimana Anda bisa tahu nama saya?”

“Aku adalah Penjaga Lorong Lava. Sudah lama aku menunggu seseorang dengan keberanian dan ketulusan hati untuk mendengarkan kisahku,” jawab Pak Tua, matanya berbinar.

Gadis itu merasa terpesona. “Kisah apa yang ingin Anda ceritakan, Pak Tua?”

“Lorong-lorong ini bukan hanya tempat untuk menyimpan lava atau harta karun. Mereka adalah bagian dari inti gunung Merapi dan, lebih penting lagi, mereka menyimpan rahasia kekuatan alam yang sangat besar. Dalam setiap letusan, aku bertugas untuk menjaga keseimbangan, supaya kekuatan itu tidak menghancurkan desa kita.”

Mira mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia merasa hatinya berdebar, merasa terhubung dengan Pak Tua dan kisahnya. “Tapi… mengapa Anda sendirian di sini?”

“Karena aku adalah orang terakhir yang mengerti duniaku ini. Penduduk desa telah melupakan kisah-kisahku dan kekuatan yang ku jaga,” jawab Pak Tua dengan suara bergetar. “Mereka hanya melihatku sebagai orang tua yang aneh, bukan sebagai pelindung.”

Mira tertegun. “Saya tidak akan melupakan kisah ini, Pak Tua. Saya akan memberitahu semua orang tentang Anda dan lorong-lorong ini!”

Pak Tua tersenyum, tapi senyumnya dibayangi rasa sedih. “Itu baik, Nak. Namun, tidak semua orang akan mendengarkan. Mereka lebih memilih kenyamanan daripada kebenaran yang menyakitkan.”

Mira merasa bertekad. “Bagaimana jika kita membuat sesuatu? Saya bisa menggambar semua yang Anda ceritakan dalam buku cerita! Kita bisa membuat desa ingat tentang Anda.”

“Idemu bagus, tetapi ingatlah, Nak,” kata Pak Tua dengan serius. “Apa yang kau gambar dan ceritakan haruslah benar. Kekuatan alam bukanlah hal yang boleh diremehkan. Mereka berbahaya dan harus diperlakukan dengan rasa hormat.”

Mira mengangguk mengerti. Dia lalu meminta izin untuk menggambar. Dengan cepat, dia mengambil beberapa batu kecil dan sabut laut dari sekelilingnya dan mulai merekayasa gambaran-lukisan tentang lorong lava, tentang Pak Tua dan bagaimana ia menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.

Malam semakin larut ketika Mira dan Pak Tua bergelut dengan cerita-cerita yang hidup. Setiap kata keluar dari mulut Pak Tua membawa hidup yang baru, menggugah imajinasi Mira. Mereka berbagi tawa, kesedihan, dan kegembiraan, saat Pak Tua menceritakan bagaimana dulu lorong lorong itu pernah dipenuhi dengan suara riuh dan kebahagiaan.

Namun, saat mereka asyik bercakap, sebuah guncangan terasa. Dinding lorong bergetar, dan suara gemuruh terdengar dari jauh. Mira terperanjat dan berpegangan pada batu.

“Ini saatnya, Nak! Kekuatan gunung Merapi tidak bisa ditahan!” seru Pak Tua, wajahnya tampak berseri. “Kau harus pergi! Segera beri tahu penduduk desa!”

Mira tidak ingin meninggalkan Pak Tua, tetapi ia tahu apa yang harus dilakukan. Air matanya mengalir saat ia berlari ke arah keluar lorong, berusaha mengingat setiap detail cerita yang akan ia bawa kembali.

Malam itu, letusan besar terjadi. Dapat dirasakan gemuruhnya hingga ke desa. Penduduk desa berlari keluar dari rumah mereka, panik dan ketakutan. Dalam kekacauan tersebut, Mira berdiri di tengah, mengangkat tangan tanpa ragu. “Dengarkan aku! Kita tidak boleh melupakan kisah dan keberanian Pak Tua! Dia adalah penjaga kita, dia…”

Suara letusan menggema, namun Mira berusaha berbicara lebih keras. “Dia menjaga kita semua! Kita lupa akan ceritanya, tetapi kita harus ingat. Mari kita kumpulkan semua cerita dan gambar tentangnya, sehingga generasi berikutnya akan tahu untuk menjaganya!”

Mendengar kata-kata Mira, beberapa penduduk desa mulai tenang dan berdiskusi. Dari energinya, mereka merasakan semangat yang tak terduga. Perlahan, mereka mengikuti Mira ke tempat aman, membawa semua ingatan dan cerita Pak Tua bersamanya.

Di tengah malam yang penuh letusan dan guncangan, keberanian kecil dari seorang gadis telah menghidupkan kembali semangat desa. Dan di lorong lava yang dalam, Pak Tua tersenyum, selamanya menjadi bagian dari mereka, sebagai penjaga yang terlupakan, kini teringat kembali.


### Deskripsi Gambar Artikel:

Gambar yang melengkapi artikel ini menggambarkan suasana malam yang magis di dalam lorong lava. Di pusat gambar, terlihat Pak Tua dengan jubah cokelat lusuh, duduk di atas batu besar yang dipenuhi cahaya kemerahan dari dinding lorong. Di sekelilingnya, lorong lava dihiasi dengan batu berwarna jingga yang berkilau, memberi kesan hangat dan misterius. Di satu sisi, Mira, gadis kecil dengan ekspresi terpesona, sedang menggambar di tanah menggunakan batu dan sabut laut, menambah nuansa keajaiban dan ketulusan dari kisah tersebut. Di latar belakang, bayangan lorong yang panjang menghilang ke dalam ketidakpastian, sementara suara gemuruh paru-paru bumi menggema, menambah dramatisasi cerita tentang keberanian dan pelestarian tradisi.

**Judul: Penjaga Lorong Lava yang Terlupakan**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *