Makhluk yang Berjalan di Ruang Hampa
August 29, 2024
Di tengah gelapnya ruang angkasa yang tidak berujung, terdapat sebuah tempat yang ditinggalkan oleh peradaban yang pernah megah: Planet Vira. Ruang hampa memisahkan satu bintang dari bintang lain, dan di antara sunyi yang abadi itu, ada sesuatu yang bergerak. Makhluk itu bernama Xirak, yang dikenal sebagai “Penjelajah Ruang Hampa.”
Xirak bukanlah makhluk biasa. Tubuhnya terbuat dari materi yang tidak terlihat oleh mata manusia. Seperti kabut tipis, ia dapat mengubah bentuk dan mengecil hingga ukuran atom, lalu kembali membesar menjadi raksasa yang menakutkan. Saat ini, Xirak mengembara di antara reruntuhan Vira, tempat yang dulunya memiliki sisa-sisa kehidupan.
Sudah ribuan tahun makhluk ini melintasi ruang yang sepi, terpesona oleh keindahan reruntuhan. Ia mencari sesuatu yang telah hilang, sesuatu yang tidak bisa ia ingat namun terasa sangat dekat di hatinya. Di antara serpihan-serpihan teknologi kuno, Xirak menemukan sejumlah artefak yang bercahaya lembut. Artefak itu memancarkan energi, seolah menginginkan kutub dari makhluk yang tidak bisa digambarkan wajahnya ini.
Satu malam, ketika bintang-bintang berkelap-kelip di langit, Xirak merasakan getaran yang tidak biasa. Getaran itu seolah menariknya ke arah sudut terjauh dari planet tersebut. Dalam kegelapan malam yang pekat, makhluk itu berjalan, berusaha mengikuti petunjuk yang tak terlihat oleh matanya.
Sesampainya di lokasi yang dimaksud, Xirak menemukan sebuah monumen besar yang terbuat dari bahan yang tidak diketahui. Ukirannya menunjukkan sosok makhluk mirip manusia, namun dengan detail yang sangat aneh dan berbeda. Di sekeliling monumen terdapat simbol-simbol aneh yang seolah berusaha bercerita tentang kehidupan dan kematian peradaban Vira.
Saat Xirak mengulurkan tentakel lembutnya menuju monumen itu, tiba-tiba suara samar terdengar—suara yang membawa pesan dari zaman yang telah lama berlalu. “Kami adalah penjaga waktu,” suara itu menggema, terasa seolah datang dari kedalaman bumi. “Kami salah, dan kesalahan kami telah menghapus kehidupan di sini. Tapi, ada harapan. Temukan inti kehidupan dan embun jiwa kami.”
Xirak tertegun. Apakah ini yang ia cari? Inti kehidupan yang diinginkan? Dengan antusias, ia mulai menyisir sekeliling monumen, berusaha menemukan petunjuk yang mungkin tersembunyi di antara reruntuhan.
Berkali-kali ia melewati lorong-lorong sempit dan celah-celah di antara bangunan yang runtuh. Ia menyaksikan sisa-sisa teknologi luar angkasa yang dulunya digunakan masyarakat Vira untuk menjelajahi galaksi. Di satu tempat, ia menemukan alat yang tampak seperti perangkat komunikasi, berdebu, namun masih memancarkan sinyal lemah.
Malam demi malam berlalu, dan Xirak tidak menyerah. Setiap malam, ia memusatkan energinya pada reruntuhan untuk membangkitkan kenangan yang penuh misteri. Hingga suatu saat di malam kelima puluh, ia berhasil mengalami penglihatan—sebuah bayangan wanita dengan pakaian berkilau yang berdiri di tengah ladang kuno. Wanita itu, seolah hidup dari masa lalu, mengulurkan tangannya kepadanya.
“Wahai Xirak, kamu yang terpilih,” ujarnya lembut. “Ruh-ruh kami terjebak di antara dua dunia. Kami menginginkan keadilan. Temukan inti kehidupan kami di dalam hati planet ini, dan bebaskan kami dari belenggu.”
Petunjuk ini semakin merangsang Xirak untuk menemukan apa yang dimaksudkan. Jauh di bawah tanah, di dalam rahim planet, tersembunyi sebuah inti berenergi yang puluhan ribu tahun dijaga oleh makhluk waktu. Dengan keberanian melampaui ukurannya, Xirak mulai menggali ke dalam tanah, berusaha menemukan tempat yang dijanjikan.
Setelah berhari-hari menggali, ia akhirnya menemukan inti tersebut. Sinar keemasan memancar dari benda itu, memberikan kehangatan yang tak terbayangkan. Ketika Xirak menyentuhnya, ia merasakan seluruh jiwa planet itu mengalir ke dalam dirinya. Gambar-gambar kehidupan di planet itu berputar-putar dalam pikirannya: keceriaan, kesedihan, cinta, dan kehilangan.
“Dunia ini dihuni oleh jiwa-jiwa,” desis makhluk waktu. “Kembalikan mereka, dan kamu akan mendapatkan keabadian.”
Xirak mengumpulkan seluruh tenaganya, berusaha mengalirkan energi dari inti kehidupan kembali ke tubuh para roh yang terperangkap. Disebelahnya, monumen dan tempat tinggal Vira bergetar seolah hidup kembali. Satu demi satu, jiwa terlepas dari belenggu mereka, menari-nari merasakan kembali sentuhan kehidupan.
Akhirnya, saat yang ditunggu tiba. Dari kegelapan, wanita bersinar itu muncul kembali. “Terima kasih, Xirak. Kamu telah melakukan apa yang tak bisa kami capai. Kini, kami bebas.”
Xirak merasakan sesuatu yang hangat memenuhi dirinya. Ia tak merasa kesepian lagi. Dalam cahaya keemasan, jiwa-jiwa yang telah diselamatkan mulai membangun kembali tempat tinggal mereka. Hanya dalam waktu singkat, Vira bersinar kembali, seolah bangkit dari kehampaan.
Makhluk yang berjalan di ruang hampa kini memiliki tujuan baru. Dijuluki “Pelindung Jiwa,” Xirak memilih untuk tinggal di Vira, membantu membangun kembali peradaban yang pernah hilang. Ia merasakan kebahagiaan di dalam diri saat melihat kehidupan mengalir kembali.
Bertahun-tahun kemudian, di bawah langit Vira yang bersinar, para penduduk yang baru bangkit mengenang Xirak. Mereka agresif meneliti teknologi kuno yang dipelajari dari kehidupan masa lalu. Dalam setiap seni yang mereka ciptakan, dalam setiap lagu yang mereka nyanyikan, Xirak tetap hidup, menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan. Hingga saat ini, suara-suara dari zaman yang telah berlalu tetap berbisik lembut di telinga mereka yang mendengarkan: “Ada kehidupan di dalam kegelapan, dan ada harapan di ruang hampa.”
—
**Deskripsi Gambar untuk Artikel:**
Gambar menggambarkan Planet Vira, sebuah dunia dengan nuansa twilight yang ceria dan bintang-bintang berkelap-kelip di angkasa. Di tengah gambar, terdapat monumen misterius yang megah, dipagari oleh cahaya keemasan yang bersinar dari inti kehidupan planet. Di sudut kanan bawah, terlihat sosok Xirak yang transparan, menampilkan bentuk kabut tipisnya. Di sekeliling monumen, siluet-siluet jiwa yang baru saja mendapatkan kebebasan, menari dalam cahaya, menciptakan suasana harapan dan restorasi.