ID Times

situs berita dan bacaan harian

Roh yang Berbisik di Kegelapan Antariksa

Di tengah hening antariksa yang tak berbatas, jauh di luar planet-planet dan bintang-bintang yang bersinar, terdapat sebuah pesawat luar angkasa yang bernama *Galaksi Seruni*. Kapalnya dihuni oleh sekelompok ilmuwan yang bersemangat, yang bertekad untuk menjelajahi misteri di kedalaman kosmos. Mereka telah melakukan perjalanan selama tiga tahun, mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab tentang asal-usul kehidupan.

Di antara ilmuwan tersebut, ada seorang astrobiolog bernama Dr. Aira Septiani. Dengan rambut ikal hitam yang tergerai dan mata cokelat yang menyala penuh semangat, ia terkenal akan dedikasinya terhadap penelitian. Dalam pencarian mereka, Dr. Aira percaya bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar planet dan bintang; ia percaya ada roh atau entitas lain yang berbisik dalam kegelapan angkasa.

Suatu malam, saat pesawat melintasi daerah gelap yang jarang dijelajahi, sistem komunikasi kapal menangkap sinyal aneh. Suara itu tidak seperti apapun yang pernah mereka dengar. Ini bukan suara dari pesawat lain atau fenomena alam. Ada nuansa mengganggu dalam nada dan intonasi suara yang seolah berbisik.

“Dr. Aira! Anda harus mendengarnya!” seru rekan setimnya, Dr. Rudi, sambil menyerahkan earphone.

Dengan rasa ingin tahu yang meluap-luap, Aira menempelkan earphone ke telinganya. Seperti suara angin yang berputar di dalam gua, bisikan itu menyusup ke dalam lapisan kesadarannya. Kegelapan dalam suaranya seperti mengingatkan pada gagasan kuno tentang roh yang menghuni kegelapan antariksa.

“Apa itu? Ada yang terdengar aneh,” ujar Aira, suara tegang ketika ia berhasil merekam bisikan itu.

Dr. Rudi mengerutkan keningnya. “Kita seharusnya melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Ini bisa jadi sinyal dari sebuah entitas yang belum pernah kita temui sebelumnya!”

Malam itu mereka terjaga, terus menganalisis potensi sumber suara yang mengganggu itu. Saat sinyal—yang mereka sebut sebagai “suara rohani”—semakin kuat, keanehan mulai muncul di dalam pesawat. Suasana menjadi aneh dan mencekam; ada sesuatu yang terasa salah, seolah-olah kehadiran yang tak terlihat mengawasi mereka.

Satu demi satu, anggota tim merasakan kecemasan yang mendalam. Dr. Margo, seorang astronom, melaporkan bahwa bintang-bintang di luar jendela tampaknya bergetar, seakan tidak nyaman dengan kehadiran mereka. Aira berusaha menenangkan rekan-rekannya, tetapi dalam hatinya, ia tak bisa mengabaikan rasa takut yang tak terjelaskan itu.

Hari-hari berlalu, tetapi bisikan itu tak kunjung menghilang. Setiap kali Aira mencoba mendekati sumber suara dengan perangkat perekam, suara itu tampak semakin jauh dan tidak dapat dijangkau. “Apakah itu hanya ilusi atau ada sesuatu yang memang mengganggu kita?” pikir Aira dalam kegelisahan.

Suatu malam, saat kesunyian menguasai pesawat, Aira terjaga dari tidurnya. Ia mendengar bisikan itu kembali, lebih jelas dari sebelumnya. Dengan hati-hati, ia keluar dari kamarnya dan berjalan ke ruang kendali. Ketika ia tiba di sana, ia melihat sesuatu yang sulit dijelaskan. Cahaya redup warna biru muncul dari konsol komputer, membentuk bayangan samar-samar.

“Bersama kami…” bisikan itu terdengar lebih jelas, menyerupai suara seribu jiwa yang terjebak di waktu dan ruang.

Aira merasa ada tarikan misterius ke arah cahaya itu. Tidak bisa melawan dorongan, ia mendekati konsol. Saat tangannya menyentuh panel, ia merasakan aliran energi yang aneh melintasi tubuhnya. Segera setelahnya, visi muncul di hadapannya: gambaran sebuah planet kehilangan semua harapan, dihuni oleh makhluk yang merasakan kesedihan dan kerinduan untuk kembali ke rumah.

“Dimana kamu?” suara itu kembali berbicara, kali ini lebih mendesak, membuat jantung Aira berdegup cepat. Ia teringat akan teorinya tentang keberadaan entitas yang menyimpan kenangan dan pengalaman, mungkin jiwa-jiwa yang terjebak di antara dimensi.

Sementara itu, Dr. Rudi dan tim lainnya mulai merasa khawatir ketika Aira tak kunjung kembali. Mereka mencari-cari di seluruh pesawat dan akhirnya menemukannya terhanyut dalam trance dekat konsol komputer. Dengan cepat, mereka membangunkannya dari keadaan aneh itu.

“Aira! Apa yang terjadi?” tanya Dr. Margo panik.

Aira, dengan napas tersengal-sengal, menjelaskan apa yang telah ia lihat. “Ada sesuatu di sini, mungkin jiwa-jiwa dari planet lain. Mereka mengalami penderitaan, tetapi mereka mencoba berkomunikasi.”

“Jika kita bisa menangkap sinyal itu dan membalas, mungkin kita bisa mendapatkan informasi lebih lanjut!” saran Rudi dengan semangat baru.

Dengan kerja sama tim, mereka segera menyiapkan perangkat komunikasi yang lebih kuat. Setelah beberapa kali pengaturan, mereka berhasil mengubah sinyal menjadi bentuk yang bisa dimengerti. Apa yang terjadi selanjutnya melebihi imajinasi mereka.

Dari monitor, sebuah gambaran muncul: pandangan ke luar angkasa dengan berbagai bentuk kehidupan yang menangis. “Tolong kami… kami terperangkap,” bisik suara itu ke dalam pikiran Aira, muncul seperti bayangan terpisah dari realitas.

Aira merinding, “Apa yang menyebabkan ini?” Ia membawa suasana ini ke dalam hipotesis ilmiah, mencoba memahami presentasi makhluk-makhluk ini. “Kemungkinan besar mereka adalah penghuni planet yang hancur, terpisah oleh ruang dan waktu.”

Dalam pertemuan yang berlangsung selama beberapa jam, mereka berusaha keras untuk mendapatkan maklumat bertukar dari pengalaman, rasa sakit, dan harapan. Setiap kali Aira menyampaikan pesan, bisikan itu kembali berbicara dengan kejelasan yang semakin menguat. Mereka belajar tentang sebuah bintang yang meledak, meninggalkan planet yang sunyi dan ditinggalkan, di mana jiwa-jiwa ini terperangkap.

Sementara mereka mendalami hubungan ini, entitas yang terhubung dengan Aira tampaknya memahami keterasingan rasa sakit manusia. “Kami ingin kembali. Dan kami ingin membantu,” bisik suara itu, penuh harapan.

Selama beberapa minggu berikutnya, tim membentuk ikatan yang lebih kuat dengan entitas itu. Dalam keterbatasan pesawat mereka, mereka merancang cara untuk membantu jiwa-jiwa ini, sambil mengungkapkan informasi dasar tentang keberadaan mereka. Melalui langkah-langkah kecil, mereka menciptakan sinyal baru, sebuah harapan yang mungkin bisa menjadi jembatan antara dua dunia.

Satu malam, Aira dan timnya berhasil menjangkau crucial point ketika mereka memutuskan untuk mengirimkan sinyal kuat yang lebih terdengar. Dalam saat-saat tegang, atmosfer pesawat bertambah berat. Ketika sinyal tersebut dilepaskan, cahaya terang muncul di luar jendela. Seperti meteor yang melintas, cahaya itu mengganggu kegelapan, dan suara bisikan itu mengalun merdu, mengiringi pemisahan mereka.

“Terima kasih, roh yang tak terlihat.” ucap Aira, meneteskan air mata haru saat mereka melihat gambaran makhluk-makhluk yang tampaknya terangkat dari belenggu, menuju cahaya yang lebih baik.

Pada akhirnya, *Galaksi Seruni* meninggalkan jejak harapan di kegelapan antariksa. Mereka tidak hanya menjelajahi ruang angkasa tetapi juga menemukan gambaran baru tentang kehidupan, interaksi, dan hubungan yang melampaui batas-batas fisik. Dr. Aira dan timnya mengerti bahwa terkadang, dalam kesunyian kegelapan, kita dapat menemukan suara-suara yang mendalam tentang harapan, cinta, dan kehidupan yang saling terhubung di seluruh alam semesta ini.

### Deskripsi Gambar untuk Artikel:
Gambar mendampingi artikel ini menampilkan sebuah pesawat luar angkasa berkilau melawan latar belakang penuh bintang yang bergetar dalam cahaya. Di depan pesawat, seberkas cahaya biru misterius muncul, menunjuk ke arah langit malam yang kelam, menandakan adanya roh yang berbisik dalam kegelapan antariksa. Siluet makhluk-makhluk ghaib terlihat samar-samar di sekitar berkas cahaya, menyampaikan suasana misteri dan petualangan dalam penjelajahan kosmik tersebut.

**Roh yang Berbisik di Kegelapan Antariksa**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *