ID Times

situs berita dan bacaan harian

Diari yang Tak Pernah Ditulis

Di sebuah kota kecil yang dikelilingi pegunungan hijau, hiduplah seorang remaja bernama Raka. Ia adalah anak yang pendiam, lebih suka mengamati dunia di sekitarnya daripada terlibat langsung. Setiap sore, Raka duduk di bangku taman, menatap orang-orang yang lalu lalang. Ia bahkan sering kali membawa satu buku kosong yang selalu ditinggalkannya tanpa tulisan. Buku itu, di matanya, adalah diari yang tak pernah ditulis.

Raka selalu menganggap diari itu sebagai tempat untuk menumpahkan segala isi hatinya, namun setiap kali ia membuka halaman pertama, kata-kata tak pernah muncul. Ia merasa kata-kata itu seolah terkurung di dalam hatinya, tak mampu menembus lidah. Namun, hari itu berbeda. Saat Raka duduk di bangku favoritnya, ia melihat seorang gadis bernama Maya. Gadis itu mencuri perhatian Raka dengan senyum cerianya yang menawan.

Maya tampak menghidupkan taman yang biasa sepi bagi Raka. Keceriaannya membuat Raka merasa ada sesuatu yang bergetar di dalam jiwanya. Tanpa sadar, ia mulai menggambar sketsa kecil di halaman kosong di dalam diarinya—siluet Maya yang berdiri di bawah pohon sakura. Setiap goresan pensilnya menciptakan perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Hari demi hari, Raka mulai datang lebih awal ke taman hanya untuk melihat Maya. Setiap kali ia melihat gadis itu, ia terus menggambar—mendokumentasikan momen-momen kecil yang tak terucapkan. Tapi, semua itu tetap tersembunyi dalam sketsa-sketsa yang tak pernah menunjukkan perasaannya. Ia takut jika ia menulis, semua keindahan itu akan hilang, tergerus oleh kebisingan kata-kata.

Satu sore, saat Raka berdiri di tangga jembatan kecil, Maya mendekatinya. “Aku melihat kamu menggambar. Apa kamu seorang seniman?” tanyanya dengan rasa ingin tahu. Raka terdiam sejenak, lalu mengangguk. Untuk pertama kalinya, ia memutuskan untuk berbagi tentang sketsa-sketsanya. Mereka berdiskusi tentang mimpi, harapan, dan bagaimana mengungkapkan perasaan tanpa perlu banyak kata.

“Aku selalu percaya, kadang-kadang seni bisa mengungkapkan apa yang tak bisa kita katakan,” kata Maya sambil tersenyum. Kalimat itu membuat Raka terlangkahi oleh inspirasi baru. Ia mulai menyadari bahwa diari yang tak pernah ditulis bukanlah sebuah kebangkitan kata-kata, tetapi sebuah karya yang terlahir melalui seni.

Akhirnya, Raka memutuskan untuk menggambar di dalam diarinya tanpa rasa takut. Setiap halaman menjadi berwarna dengan sketsa Maya di taman, langit senja yang membara, dan saat-saat indah yang mereka lalui bersama. Diari itu bukan hanya tempat untuk menyimpan untaian kata, tetapi tempat untuk merayakan perasaan yang sulit diungkapkan.

Hari-hari berlalu, Raka dan Maya semakin dekat. Raka tahu, walaupun ia tidak pernah menulis dengan kata-kata, diarinya telah menjadi kisah yang lebih hidup dari sekadar tulisan. Diari itu pun menjadi pengingat akan setiap nafas yang terpantul dalam setiap goresan pensil—cerita mereka yang tak perlu dituliskan.

**Deskripsi Gambar untuk Artikel:**
Gambar yang menampilkan seorang remaja laki-laki dengan buku gambar di pangkuannya, duduk di bangku taman bawah pohon sakura yang penuh bunga. Di sebelahnya, seorang gadis tersenyum ceria dan terlihat akrab. Di latar belakang, ada pemandangan pegunungan hijau yang memancarkan suasana tenang dan damai. Buku gambar tersebut tampak terbuka, menunjukkan sketsa dengan siluet mereka berdua di halaman.

**Diari yang Tak Pernah Ditulis**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *